Indikatorpapua.com-Manokwari, Sebagai Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua Yan Cristian Warinussy mengaku sedih dan turut prihatin atas sikap penolakan sekelompok orang di Wamena, Provinsi Papua terhadap kehadiran Majelis Rakyat Papua (MRP) untuk menggelar Rapat Dengar Pendapat atau RDP.
“Saya sangat sedih dan prihatin serta menyesalkan atas sikap “penolakan” yang dilakukan sekelompok orang di Wamena, Kabupaten Jayawiyaya, Provinsi Papua hari ini, terhadap kehadiran para anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) untuk menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP).”Kata Yan Cristian Warinussy Minggu 15 September 2020.
“Saya sungguh heran, karena di dalam sebuah negara demokrasi seperti Indonesia, masih ada kelompok-kelompok kecil yang sepertinya “digerakkan” oleh negara untuk melakukan upaya perlawan secara tidak prosedural terhadap hak kebebasan menyampaikan pendapat dan kebebasan berekspresi semacam ini.”tambah Warinussy.
Padahal itu diakui dan dilindungi di dalam Pasal 24 dan Pasal 25 dari UU RI Nomòr 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Di sisi lain, MRP adalah salah satu nafas penting dari pemberlakuan UU Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus (Otsus) Bagi Provinsi Papua dan juga Papua Barat.
Terbukti pengaturan mengenai MRP di dalam undang undang tersebut terdapat dalam 7 (tujuh) pasal, yaitu pada pasal 19 sampai dengan pasal 25.
“Saya yakin bahwa kehadiran para anggota MRP yang mulia di Wamena dan keempat wilayah adat lainnya di Provinsi Papua adalah sesuai amanat hak dan kewajiban serta tugasnya yang sudah digariskan dalam amanat pasal 20,21,22 dan 23 UU Otsus Papua.”bebernya
Jadi menurut dia, jika diragukan oleh siapapun termasuk “penghalang” di Wamena terhadap kehadiran para anggota MRP dalam melakukan RDP tersebut, maka ukurannya sudah ada di dalam keempat pasal tersebut.
“Sebagaimana dijelaskan oleh anggota MRP bahwa segenap aspirasi mengenai penolakan atau penerimaan kebijakan Otsus tentu mesti dilakukan suatu pertemuan lintas MRP dengan masyarakat adat/asli Papua dalam media RDP tersebut.”
“Sehingga menurut saya, “penolakan” yang dilakukan sungguh sangat disesalkan. Apalagi jika penolakan itu “diamini bahkan diamankan” saja oleh aparat keamanan dan pemerintah sipil di Jayawijaya maupun Jayapura.”
Dikatakan bahwa Semestinya Pemerintah Provinsi di bawah pimpinan Saudara Gubernur Papua sesuai kewenangannya selaku wakil pemerintah pusat di daerah berdiri pada Garis terdepan dalam mendorong berlangsungnya RDP tersebut.
“Ini penting agar bisa diperoleh aspirasi rakyat dalam menyikapi pemberlakuan kebijakan otsus yang oleh mereka (rakyat Papua) dirasa sebagai “derita” dari pada berkat selama hampir 20 tahun ini.”jelasnya
“Saya memandang bahwa sesungguhnya terdapat ruang bagi MRP untuk mempersoalkan peristiwa yang dialami hari ini di Wamena secara hukum. Ini didasarkan pada posisi politik dan hukum dari lembaga representasi kultural ini.” Ujarnya.(IP.02)