BINTUNI, Indikatorpapua.com – Pada bulan juli 2023 lalu, Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni, telah melayangkan surat permohonan penghentian penuntutan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAMPIDUM) terhadap 3 perkara, diantaranya 2 perkara penganiayaan dan 1 perkara pencurian.
Hal tersebut seperti disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni Jhonny Zebua, melalui Kepala Seksi Intelijen Yusran Baadilla pada media ini di ruang kerjanya, Selasa (8/8/2023).
Dijelaskan Yusran bahwa berdasarkan persetujuan pada Senin, 30 Juli 2023 Jaksa Agung RI melalui Direktur Tindak Pidana terhadap Orang dan Harta Benda, Agnes Triani, S.H., M.H menyetujui permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif tersangka SR dari Kejari Teluk Bintuni, yang disangka telah melanggar Pasal 351 ayat 1 KUHP tentang Penganiayaan.
Menurutnya Proses pengajuan RJ difasilitasi dan didampingi Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat, Dr. Harli Siregar, S.H., M.Hum dan Asisten Tindak Pidana Umum, Djamaniar, S.H., M.H secara Virtual.
Adapun alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
- Korban dan Tersangka sepakat berdamai dan menyelesaikan permasalahan ini dengan cara kekeluargaan serta sepakat tidak lagi dilanjutkan melalui proses hukum.
- Korban memaafkan perbuatan yang dilakukan oleh Tersangka, serta bersedia menyelesaikan perkara secara damai tanpa syarat.
- Tersangka meminta maaf kepada korban, menyesal dan tidak akan mengulangi perbuatannya kembali.
- Korban dan Tersangka bersepakat untuk tidak akan dendam dan akan menjalin hubungan silaturahmi yang erat layaknya keluarga yang harmonis seperti semula.
- Perdamaian disaksikan oleh tokoh masyarakat dan keluarga dari para pihak.
Selanjutnya, Diroharda memerintahkan Kajari Teluk Bintuni untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
Lanjut Yusran, pada Kamis, 27 Juli 2023 Jaksa Agung RI melalui JAM Pidum Dr. Fadil Zumhana menyetujui permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif tersangka ARL dari Kejari Teluk Bintuni, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat, Dr. Teuku Rahman, S.H., M.H. dan Asisten Tindak Pidana Umum, Djamaniar, S.H., M.H. turut hadir mendampingi proses Restoratif Justice tersebut secara Virtual.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
- Korban dan Tersangka sepakat berdamai dan menyelesaikan permasalahan ini dengan cara kekeluargaan serta sepakat tidak lagi dilanjutkan melalui proses hukum.
- Korban memaafkan perbuatan yang dilakukan oleh Tersangka, serta bersedia menyelesaikan peraka secara damai tanpa syarat,
- Tersangka meminta maaf kepada korban, menyesal dan tidak akan mengulangi perbuatannya kembali.
- Korban dan Tersangka bersepakat untuk tidak akan dendam dan akan menjalin hubungan silaturahmi yang erat layaknya keluarga yang harmonis seperti semula.
- Perdamaian disaksikan oleh tokoh masyarakat dan keluarga dari para pihak.
Selanjutnya Yusran juga memaparkan, pada hari Selasa, 18 Juli 2023 Jaksa Agung RI melalui JAM Pidum Dr. Fadil Zumhana juga menyetujui permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif tersangka SAB dari Kejari Teluk Bintuni, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Pengajuan permohonan difasilitasi oleh Kajati Papua Barat Dr. Harli Siregar, S.H., M.Hum kepada JAM Pidum.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
- Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
- Tersangka belum pernah dihukum;
- Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
- Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
- Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
- Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
- Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
- Pertimbangan sosiologis;
- Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM Pidum memerintahkan kepada Kajari Teluk Bintuni untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
Pewarta : Wawan.