Manokwari||Indikatorpapua.com- Sejarah pendekatan keamanan (militeristik) dalam menangani konflik sosial politik yang telah berlangsung sejak tahun 1961 hingga hari ini terbukti tidak menghasilkan Perdamaian di Tanah Papua.
Malahan semakin menyebabkan lahir slogan baru “Damai Itu Mahal di Tanah Papua” Jika kita menyimak tulisan dari DR.Greg Poulgrain dalam bukunya “Bayang-Bayang Intervensi, Perang Siasat John F.Kennedy dan Aolan Dulles atas Sukarno atau The Incubus Intervention, Conflicting Indonesia Strategis of John F.Kennedy and Allan Dulles.
“Buku tersebut menggambarkan Sukarno berada di tengah konflik antara John F.Kennedy dan Allan Dulles (Direktur Intelijen Pusat-DCI).” Kata Direktur Ekselutif LP3BH Manokwari Minggu 1 November 2020
Dulles bermaksud melengserkan Sukarno dari kekuasaan, melalui strategi “pergantian rezim”. Itu artinya bahwa konflik sosial politik yang “melahirkan” pergantian Sukarno kepada Suharto dan dari Orde Lama kepad Orde Baru, tidak bisa dilihat sebagai sebuah konflik yang meletakkan G30S PKI sebagai dalangnya semata, tapi peran Dulles dan DCI atau CIA menjadi signifikan bila kita membaca buku karya Poulgrain tersebut.
Uraian Poulgrain mengenai kematian Dag Hammarskjold di Kongo dan perannya dalam mendorong proposal Papua for Papuans (Papua untuk Orang Papua). Serta hilangnya Michael Rockefeller di pantai jazirah Asmat, Papua.
Insiden-insiden tersebut telah menjadi alasan bagi keterlibatan intelijen tingkat tinggi seperti Dulles, cs yang memiliki kepentingan politik dalam proses “pemindahan kekuasaan” atas Tanah dan kehidupan Orang Asli Papua di tahun 1960-an menjadi sebuah penderitaan yang tetap hingga dewasa ini.
Satu tujuan utama adalah agar proses eksploitasi sumber daya alam tambang raksasa di Tembagapura, Timika dapat berada di bawah kendali kuasa pihak luar Papua seperti Freeport. Sehingga telah menempatkan Papua dalam jebakan sengketa Separatis hingga hari ini.
Pemenuhan Hak Asasi dan Keadilan bagai merebus batu, seperti diurai Amiruddin Al Rahab dalam bukunya “Heboh Papua, Perang Rahasia, Trauma dan Separatisme.
“Sehingga menurut saya sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari bahwa sebaiknya model pendekatan keamanan (Security approach) negara di tanah Papua diakhiri sesegera mungkin.” Kata Yan Cristian Warinussy, Pegiat HAM di Tanah Papua.
Hal ini dapat dimulai dengan melakukan demiliterisasi atas perintah Presiden Joko Widodo sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Indonesia. Kemudian langkah dialog damai hendaknya menjadi pilihan utama dalam menguasai berbagai masalah yang terjadi di Tanah Papua.
Dialog internal penting dikembangkan saat ini dengan berbagai pihak di Tanah Papua dan dengan elemen-elemen perjuangan Papua yang ada di dalam dan luar negeri.
“Saya sangat yakin bahwa dialog saja yang dapat menjadi alat dalam menyelesaikan persoalan Papua, bukan lagi dengan operasi keamanan atau yang biasa disebut sebagai operasi penegakan hukum. Sebab penegakan hukum harus dilakukan oleh aparat penegak hukum dan diselesaikan melalui pengadilan yang adil dan fair.” Tuturnya.(IP.02)