Manokwari, Indikatorpapua.com – Simpul Jaringan Pantau Gambut Papua Barat mengadakan diseminasi yang melibatkan Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi Papua Barat, Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat, dan Majelis Rakyat Papua Barat Pokja Adat. Pertemuan ini menyoroti pentingnya restorasi lahan gambut di wilayah tersebut.
Simpul Jaringan Pantau Gambut Papua Barat, yang terdiri dari Perkumpulan Panah Papua, Perkumpulan MNUKWAR Papua, dan Perkumpulan Oase, telah melakukan pemantauan di area konsesi PT. Varita Maju Utama, PT. Kesatuan Mas Abadi, dan PT. Rimbun Sawit Papua. Hasil pemantauan mengungkapkan bahwa ketiga konsesi belum sepenuhnya melaksanakan upaya restorasi lahan gambut. Rabu (22/5/2024).
Pemantauan dilakukan di 75 sampel area bekas kebakaran dan 36 titik sampel TMAT menggunakan data sekat kanal dari citra satelit. Temuan menunjukkan bahwa semua area konsesi tersebut merupakan lahan yang pernah terbakar. Di PT. Varita Majutama, restorasi gambut terjadi secara alami dengan kanal alami terbentuk dari jalur air dan jalan satwa liar.
Sementara itu, PT. Kesatuan Mas Abadi juga menunjukkan restorasi alami dengan adanya kanal alami dan beberapa kanal buatan. Berbeda dengan dua konsesi tersebut, KHG di PT. Rimbun Sawit Papua berada di tengah perkebunan sawit dengan semua kanal merupakan kanal buatan, dan terdapat lapisan pasir kuarsa yang terekspose akibat pembangunan kanal untuk perkebunan sawit.
Masalah lainnya adalah kurangnya kesiapan masyarakat sekitar konsesi dalam mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Masyarakat belum dibekali dengan sarana dan prasarana serta pengetahuan yang memadai untuk penanganan karhutla, sehingga mereka hanya menggunakan peralatan seadanya.
Perwakilan Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat, Sylvia, mengungkapkan bahwa kewenangan merupakan kendala utama dalam penanganan lahan gambut. Dinas Kehutanan hanya bisa melakukan restorasi di luar kawasan konsesi, sementara perusahaan memiliki mekanisme dan pelaporan ke pusat yang seringkali tidak melibatkan pemerintah daerah secara langsung. Hal ini menjadi tantangan bagi daerah dalam mendapatkan informasi yang diperlukan untuk penanganan lahan gambut.
Yunus Krey dari MRPB menambahkan bahwa perlu adanya dorongan bersama antara MRPB, Dinas Kehutanan, dan Simpul Jaringan Pantau Gambut Papua Barat untuk membentuk peraturan daerah terkait kewenangan dalam pengelolaan lahan gambut. Pokja Adat MRPB diharapkan dapat menyampaikan hasil pemantauan ini kepada pemerintah daerah dan pusat.
Eduard Orocomna dari MRPB Pokja Adat menyarankan agar pemerintah daerah segera membuat rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut sesuai amanat PP No 57 Tahun 2016, dengan melibatkan MRPB dalam tim penyusunan rencana tersebut.
Pewarta : Wawan.
Narahubung:
Sulfianto Alias, Koordinator Simpul Jaringan Pantau Gambut Provinsi Papua Barat, No Hp 0811 5309 289