Indikatorpapua.com|BINTUNI-Sepuluh Malam di Akhir bulan Suci Ramadhan merupakan Malam istimewa bagi ummat Islam Wabil khusus Warga Nahdlatul Ulama (NU). Sebab diyakini merupakan turunnya malam ‘Lailatul Qodr‘, malam yang diyakini lebih baik dari seribu bulan karena semua ibadah yang dilaksanakan akan dilipat gandakan pahalanya.
Hal Ini terlihat, Warga Nahdliyyin yang ada di Kampung Waraitama (SP1) Kabupaten Teluk Bintuni di 10 malam terakhir Ramadhan memiliki tradisi yang namanya “Maleman” untuk menyambut malam lailatul qodr.
Dalam Tradisi Maleman ini, Warga NU membawa beragam macam makanan berupa ambeng (tumpeng), yang terdiri dari berbagai macam lauk pauk dan juga nasi untuk dimakan bersama-sama para jamaah yang datang di masjid. Makanan yang dibawa dan dibagikan tersebut, kemudian disantap bersama di masjid.
Tokoh agama Kampung Waraitama yang juga selaku Rois Syuriah PCNU Kabupaten Teluk bintuni Kyai Imam Syafi’i menjelaskan, tradisi maleman memang dilaksanakan untuk menyambut malam lailatulqadar, malam yang paling dinantikan seluruh umat muslim di muka bumi.
“Tradisi maleman ini dilaksanakan pada malam-malam ganjil antara lain di 10 malam terakhir bulan Ramadhan. Jadi dilaksanakan di malam yang ke 21, 23 dan 25, 27 dan 29 karena sebagaimana anjuran Rasulullah SAW, malam lailatul qodar itu ada di malam ganjil” tutur Kyai Imam Syafii.
Menurut Kyai Imam bahwa, masyarakat berlomba-lomba untuk membawa makanan yang akan dibagikan, sehingga suasana masjid tetap akan ramai hingga di hari-hari terakhir ramadan, karena mengejar pahala yang berlipat ganda.
“Sedekah itu tidak mesti berupa uang, namun budaya harus bisa diangkat dan dijaga sebagai warisan leluhur maka harus dilestarikan, dan jangan sampai dilupakan” tuturnya.
Kyai Imam juga menambahkan, sebuah bangsa yang besar, adalah mereka yang tahu nilai-nilai dari para leluhurnya. “Cukup kita jaga kultur budaya kita sendiri, ke Indonesia-an kita sendiri, Nusantara kita sendiri, itu yang namanya Islam Nusantara” tutupny.(**)