
“Pemalangan menghambat proses pembayaran sisa uang ketuk pintu yang menjadi hak hajat milik orang banyak asli suku Sebyar sebesar Rp 32,4 miliar”


Indikatorpapua | Bintuni – Tokoh masyarakat, perempuan serta tokoh pemuda di Teluk Bintuni, Papua Barat, membuka palang yang dipasang para pencari kerja di kantor perwakilan BP Tangguh pada aksi demonstrasi beberapa hari silam.
Mereka juga membuka palang di kantor perusahaan CSTS, salah satu subkontraktor minyak dan gas bumi yang dikelola BP Tangguh.
Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Suku Sebyar, Abu Bakar Solowat disela kegiatan itu mengaku kecewa atas aksi pemalangan. Ia menyayangkan tindakan itu karena membawa dampak signifikan terhadap pelayanan.
Menurutnya, ada dua hal yang menjadi dampak dari aksi pemalangan ini, pertama hal yang bersifat umum dan hal yang bersifat khusus.
“Hal yang bersifat umum, yang dipalang ini kan fasilitas pelayanan bagi siapa saja yang memiliki urusan dengan BP maupun CSTS. Sedangkan yang bersifat khusus, aksi ini menghambat proses pembayaran sisa uang ketuk pintu yang menjadi hak hajat milik orang banyak asli suku Sebyar sebesar Rp 32,4 miliar,” katanya.
Sejak awal, ucap Solowat, pihaknya tak mengetahui terkait rencana aksi pemalangan. LMA Sebyar hanya memperoleh informasi terkait rencana unjuk rasa.
“Saya hanya tahu akan ada aksi demo, dan tidak pernah diinformasikan bahwa akan ada aksi pemalangan. Semua masalah pasti ada jalan keluarnya, salah satu contoh komunikasi, karena komunikasi itu paling penting,” ujarnya.
Ia mengemukakan saat ini LMA Sebyar masih fokus mengawal proses pembayaran sisa uang ketok pintu dari BP Tangguh bersama pemerintah yang telah dijanjikan kepada pemilik hak ulayat.
LMA Sebyar, kata Solowat menegaskan bahwa secara prinsip pihaknya mendukung aspirasi para Pencaker serta alumni P2TIM. Ia berharap hal itu dilakukan melalui mekanisme yang benar.
“Kalau Pencaker melalui makanismenya, seperti yang telah mereka lakukan diawal dan tidak palang, pasti kami orang Sebyar juga bergerak mendukung,” kata dia pula.
Ketua LMA Distrik Weriagar, Arnold Hindom pada kesempatan yang sama menuturkan pihaknya menilai tidak ada koordinasi dengan tokoh atas pemalangan itu.
“Sehingga kami merasa bahwa proses ini merugikan kita secara khusus, padahal kita masih banyak persoalan besar yang berhubungan dengan operasional BP Tangguh di sini,” ungkapnya.
“Ini menyangkut hak masyarakat adat. Kemudian yang berhubungan dengan pemerintah, karena semua ini proses penyelesaianya harus melalui pemerintah,” katanya lagi.
Setelah palang dibuka, lanjut Hindom berharap proses komunikasi dapat berjalan secepatnya. Janji pemerintah pada 16 November tahun lalu, proses penyelesaian hak masyarakat adat Sebyar terkait dana sisa ketuk pintu akan dilakukan pada Maret 2022.
“Saat ini kita sedang berada pada menit menit rawan. Kalau ini tidak terealisasi pasti terjadi gejolak di masyarakat kita di sana,” sebut Hindom.
Selain uang ketuk pintu, kata dia, ada persoalan krusial lain yang harus terus dikawal terkait pembangunan rumah hibah kepada masyarakat.
Dia mengungkapkan bahwa hingga kini pembangunan rumah hibah layak huni yang diperuntukkan bagi masyarakat penerima dampak operasi LNG Tangguh baru sekitar 15 persen dari total keseluruhan sebanyak 456 unit yang akan dibangun.
“Rumah layak huni ini dibangun di tiga wilayah penerima dampak yakni Distrik Weriagar, Distrik Tomu, dan Distrik Taroi. Masyarakat merindukan agar pembangunan segera selesai,” kata dia seraya berharap aksi pemalangan tidak terulang.|
Pewarta :