Indikatorpapua.com|SORONG-Tepat Tanggal 2 September 2021 kemarin genap sudah 1 bulan ribuan warga sipil Kabupaten Maybrat hidup dipengunsian dalam kondisi tidak aman. Ini disebabkan konflik antara TNI dan POLRI dangan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN PB) yang terjadi pada 2 September 2021 di Kampung Kisor, Distrik Aifat Selatan, yang dimulai dengan penyerangan TPN PB terhadap Pos Koramil Persiapan Kisor yang menewaskan 4 anggota TNI dan melukai 2 orang anggota TNI lainnya.
Pasca penyerangan TPN ini, TNI POLRI telah memobilisasi banyak pasukannya menduduki Maibrat Untuk mencari pelaku pembunuhan. Akibat dari penyerangan TPN PB dan banyaknya pasukan TNI POLRI yan disertai operasi pengejaran pelaku dan penyisiran di berbagai Kampung terdekat, maka warga pun mengunsi ke berbagai tempat di hutan, Kampung, Distrik atau Kabupaten lainnya yang lebih aman. Operasi aparat TNI POLRI terhdap TPN juga menyasar terhadap masyarakat sipil setempat.
Semenjak peristiwa penyerangan dimaksud sampai saat ini kami teleh melakukan pemantauan, wawancara korban dan saksi, pendokumentasian peristiwa atau situasi yang terjadi pada masyarakat sipil, dan tindakan-tindakan aparat diluar hukum yang berakibat warga sipil menjadi korban.
“Dari pemantauan dan investigasi ini, kami menemukan ada lebih dari 2.768 orang warga sipil di 50 Kampung pada 5 Distrik : Aifat Selatan, Aifat Timur, Aifat Timur Jauh, Aifat Timur Tengah dan Aifat Timur Selatan, telah mengunsi ke distrik-distrik terdekat seperti Aiyawasi, Kumurkek, Aitinyo, dan Kabupaten lainnya seperti Sorong Selatan, Bintuni, Kota dan Kabuapten Sorong.” Kata Yohanes Mambrasar dari PAHAM Papua melalui rilis yang diterima.
Para pengunsi ini lebih dari 1155 merupakan laki-laki dan lebih dari 1145 merupakan perempuan. Para warga Pengunsi dari Distrik Aifat Selatan khususnya 308 orang merupakan usia dewasa, 40 orang marupakan lansia, 338 orang berusia anak dan remaja dan 17 orang merupakan bayi. Dari warga Aifat Selatan yang mengunsi ini, 51 orang sedang mengalami sakit, 4 orang ibu dalam kondisi hamil, dan 1 orang warga telah meninggal ditempat pengunsi.
“Kami juga menemukan telah terjadi kekerasan terhadap masyarakat sipil setempat, aparat TNI POLRI telah melakukan penyisiran, penangkapan, penahanan, penganiayaan, penyiksaan dan intimidasi secara sewenang-wenang diluar hukum terhadap para pengunsi.”tegasnya
Polisi telah menetapkan 17 orang warga sebagai tersangka dan menetapkan mereka sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) tanpa melaui proses hukum yang benar. Dalam proses mengejar pelaku, aparat tidak mengunakan pendekatan hukkum dan prinsip humanisme.
“Sebaliknya aparat mengunakan pendekatan kekerasan dengan menuduh warga sipil sebagai pelaku penyerangan pos koramil kisor. Aparat membabi buta menangkap, menyiksa, mengintimidasi warga sipil tanpa bukti yang benar dan sah.”ujar Yohanes
Penetapan DPO 17 Orang warga sipil sebagai pelaku adalah tindakan kepolisian yang tidak berdasar bukti yang benar dan sah. “Kami telah bertemu secara langsung bertemu dengan beberapa orang tua korban, mengecek tuduhan aparat ini, namu warga yang kami temui mengatakan anak-anak mereka tidak terlibat dalam penyerangan pos Kisor dan juga tidak terlibat dalam organisasi politik apapun seperti yang dituduhkan oleh Polisi.”ungkap Mambrasar
Dikatakan seperti Melkias Ky, Agus Yaam dan Robby Yaam ketiganya bukan pelaku, ketiganya merupakan warga sipil yang tidak ada hubungan dengan penyerangan dimaksud dan juga tidak telibat dalam organisasi politik manapun. Robby Yaam misalnya, ia berusia remaja, ia merupakan pelajar yang saat kejadian dimaksud sedang tinggal di Kampung lain yaitu Kampung Bohsa, ia sedang sekolah di hari itu.
Warga juga mengatakan 17 orang yang ditetapkan sebagai DPO polisi itu tidak terlibat dalam peristiwa penyerangan dimaksud. Pendapat warga tersebut didasari, nama-nama yang ditetapkan sebagai tersangka itu, saat peristiwa mereka ada di Kampung-Kampung mereka, mereka sedang tidur dan juga bersama keluarga-keluarganya.
Hingga kini, aparat TNI POLRI secara membabi buta melakukan kekerasan terhadap 34 orang warga sipil. 31 Orang ditangkap dan diperiksa, 2 orangnya hanya ditahan, diperiksa sambil disiksa, 1 orangnya diintimidasi. Dari 31 Orang yang ditangkap dan ditahan ini, 8 orang telah ditetapkan sebagai tersangka dan sedang ditahan di pos Polisi, 23 orang lainnya telah dibebaskan.
Saat penangkapan terjadi polisi melakukan penyiksaan dan penambakan. Tindakan brutal aparat ini terjadi terhadap Simon Waimbewer, Manase Ky dan Silas Ky. Simon Waimbewer disiksa saat ditangkap lalu dibebaskan 2 hari kemudian setelah diperiksa; Manase Sory disiksa saat ditangkap lalu dibebaskan pada besoknya, Silas Ky ditembak saat aparat menangkap Yanto Sori di rumah tempat pengunsiannya, aparat menembak Silas Ky sebanyak 6 tembakan tapi tidak mengenainya.
Dari seluruh korban kekerasan aparat ini, paling banyak merupakan anak dan remaja. Tercatat 16 orang diantaranya berusia anak dan remaja, 1 orang lainnya merupakan bayi. 8 Orang diantaranya telah ditetapkan sebagai tersangka dan masih ditahan, 10 orang anak dan 1 orang bayi telah dibebaskan. (Identitas dan status mereka dapat dilihat pada tabel daftar kekerasan dan penangkapan warga sipil yang dilampirkan ini).
34 orang Warga yang mengalami kekerasan aparat ini merupakan warga sipil, mereka bukan merupakan pelaku penyerangan Pos Koramil Kisor, seperti yang dituduhkan oleh aparat dan menjadi legitimasi aparat menangkap dan melakukan kekerasan terhadap para warga sipil ini.
Status mereka sebagai warga masyarakat sipil ini juga dikuatkan dengan pertanyatan TPN PB yang menyatakan bertanggung jawab atas penyerangan pos Koramil Kisor dimaksud, TPN Juga talah menyatakan bahwa warga yang ditangkap bukan anggota mereka dan tidak telibat dalam peristiwa penyerangan dimaksud.
TIndakan Aparat Tidak Sesuai Prosedur
Dari fakta-fakta peristiwa diatas, terlihat jelas bahwa aparat TNI POLRI dalam melakukan operasi pengejaran terhadap kelompok TNP, telah menyasar pada masyarkat sipil setempat, TNI POLRI menjadikan masyarakat sipil setempat sebagai targetnya Operasi dan melakukan kekerasan terhadap mereka.
Tindakan Penangkapan, Pemeriksaan, Penahanan, dan Intimidasi terhadap masyarakat sipil secara umum dan lebih khusus terhadap para anak dan bayi ini merupakan tindakan tidak sesuai prosedur, tindakan ini merupakan pelanggaran hukum, tindakan yang tidak dilakukan secara benar, terukur dan tepat ini telah menghilangkan hak-hak asasi warga Maybrat, sebagaimana dilindungi dalam UU HAM 39/1999, Undang-Undang Perlindungan Anak, Konvensi HAK Sipil Politik, Konvensi Anti Penyiksaan, dan Konvensi Perlindungan Anak dan Perempuan.
“Tindakan brutal aparat ini menunjukan matinya demokrasi dan Hak-Hak Asasi Manusia Papua, ini menunjukan aparat TNI POLRI tidak taat hukum, dan tidak berkomitmen atas pemajuan HAM.”ujar Yohanes
Penangkapan dan Penahanan tidak sesuai prosedur ini juga melanggar prosedur penyelidikan, penyedikan, penangkapan dan penahanan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana, dan Peraturan Menejemen Penyelidikan Tindak Pidana.
Kami Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Pengunsi Maybrat menyatakan :
- Mengutuk tindakan-tindakan kekerasan yang merendahkan harkat martabat manusia;
- Meminta Aparat TNI POLRI untuk menghentikan operasi militer, menarik seluruh pasukakan TNI POLRI dari wilayah Maybrat, dan menyelesaikan konflik ini secara damai;
- Meminta Kepolsian Hentikan Penangkapan warga Sipil, dan segera bebaskan 8 warga sipil yang saat ini ditahan;
- Meminta Pemerintah Maybrat Untuk Membuka akses bagi bantuan kemanusian kepada para pengungsi;
- Meminta kepada seluruh lembaga-lembaga HAM, Pimpinan Gereja, Akademisi, Pemerhati HAM secara lembaga maupun Individu di Indonesia, dan Negara-Negara lainnya agar turut bersolidaritas memantau situasi hak asasi manusia di Maybrat dan Papua seara umum, dan mendesak pemerintah Indonesia, TNI POLRI dan Kelompok-Kelompok politik Papua untuk menyelesaikan konflik politik ini secara damai;
5 Tersangka Kasus Pembunuhan 4 Personil TNI Di Maybrat Berhasil Ditangkap
Sebelumnya, Kamis (30/9) Polda Papua Barat merilis penangkapan 5 tersangka baru terkait kasus penyerangan posramil Kisor Maybrat, Papua Barat. Tim gabungan TNI POLRI Dipimpin Kapolres Sorsel AKBP. Choirudin Wachid dan Dandim 1809 Maybrat menangkap para terduga pelaku
Kabid Humas Polda Papua Barat Kombes Pol Adam Erwindi,S.IK.,MH membenarkan 5 tersangka baru kasus penyerangan Pos Ramil Kisor.
“5 tersangka baru kasus penyerangan Pos Ramil Kisor telah ditangkap, sebelumnya sudah ada penangkapan terhadap tersangka MY dan SM, tanggal 27 september 2021 Yakobus Morait ditangkap saat melarikan diri di perbatasan klamono sorong , tanggal 28 september 2021 ditangkap Amsoki dan Robinus Yam, Lukas KI, terakhir tanggal 29 September 2021 ditangkap Agus yam di Kampung Horait Distrik Aitinyo Kabupaten Maybrat” ucap Kabid Humas.
Kini Pelaku yang awalnya 19 menjadi 21 tersangka, 7 telah tertangkap. Seluruh tersangka adalah anggota KNPB.
Tersangka terjerat Pasal 340 KUHP Subsider 338 KUHP. Pasal 340 KUHP Pidana, diancam karena pembunuhan dengan rencana (moord) dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. Pasal 338 KUHP Pidana, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun.
Bila ada masyarakat yang mengetahaui keberadaan DPO agar melaporkan ke layanan polisi 110 atau menghubungi Ditreskrimum Polda Papua Barat ( 082112259716), Kasat Reskrim Polres Sorong Selatan (082399760680), Kanit I Reskrim Polres Sorong Selatan (081382929298).
“Kami Polri bersama TNI hadir ditengah masyarakat siap menjaga rasa aman masyarakat Maybrat.”tuturnya|Laporan Mohamad Raharusun/Rls